Deli Serdang, Rata News.id
Sultan Serdang ke – IX Sri Paduka Tuanku Drs. Achmad Thala’a Syariful Alamsyah yang juga merupakan Pemangku Adat Budaya Melayu Kabupaten Deli Serdang menghimbau kepada masyarakat adat Melayu, Karo, Simalungun, Tapsel, Toba dan Masyarakat adat lainnya
Himbauan disampaikan Wakil Ketua PD Mabmi Deli Serdang Jamaudin Hasbullah, S.Sos, Senin (21/7) dan disiarkan di Media Sosial sebahai berikut :
Dengan menyebut nama Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas nama kehormatan serta marwah Kesultanan Serdang maupun demi menjaga hak dan martabat Masyarakat Adat, maka dengan ini Tuanku Achmad Thalaa Syariful Alamsyah, Sultan Serdang ke IX menyampaikan Titah sebagai berikut:
1. Bahwa setiap anak negeri yang setia kepada warisan adat dan sejarah, wajib berdiri menjaga tanah pusaka dari segala bentuk penguasaan yang tidak sah.
2. Bahwa segala tindakan yang merugikan Masyarakat Adat dan merampas hak-haknya adalah bentuk penghinaan terhadap jati diri dan kedaulatan leluhur.
3. Maka dengan ini kami mengajak segenap anak negeri, tokoh adat.,
Masyarakat Adat dan simpatisan untuk bersatu hati, berikhtiar secara hukum dan adat, serta menunjukkan sikap terhormat dalam memperjuangkan hak yang telah diwariskan turun-temurun.
Gerakan ini bukanlah panggilan dendam, melainkan seruan nurani demi keadilan, kebenaran, dan kehormatan yang harus ditegakkan, demikian Sultan Achmad Thala’a dalam pesannya disampaikan Wakil Ketua PD MABMI Deli Serdang H. Zamaudin Hasbullah, SH yang beredar di Media sosial.
Lebih lanjut, Zamaudin mengajak para ketua/pemangku adat yang ada di Kabupaten Deli Serdang untuk duduk bersama membicarakan langkah kedepan yang harus dilakukan. Untuk mewujutkan-nya dalam waktu dekat akan dijadwalkan pertemuan kepada para pemangku adat serta tokoh – tokoh masyarakat Deli Serdang. Sedangkan wacana Unjuk Rasa menyampaikan Aspirasi Masyarakat Adat, hal itu menunggu Titah Sultan Serdang ke IX.
“Tiada marwah tunduk oleh Kepalsuan, kata Zamaudin Hasbullah mengutip perkataan Sultan Achmad Thala’a.
Untuk diketahui, Sultan Achmad Thala’a lewat pengacaranya mengajukan gugatan terhadap pemilik/pengusaha perumahan Citralend City, pemilik Hotel Wing Kuala Namu, Pembangunan UIN Kuala Namu yang mengusai tanah konsesi eks PTPN II. Selain itu juga menyurati Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid untuk meminta pengembalian tanah konsesi kepunyaan Kesultanan Negri Serdang seluas 23.000 hektare eks PTPN II Tanjung Morawa berada di Kabupaten Deli Serdang.
Penasehat DPW Puja Kesuma Sumatra Utara H. Wagirin Arman, S.Sos menyambut baik dan mendukung langkah yang diambil Sultan Serdang melakukan gugatan hukum serta menyurati Kementrian ATR/BPN di Jakarta. Ia berpendapat, tanah konsesi yang diberikan oleh Kesultanan kepada perusahaan Belanda, yang kemudian dinasionalisasi, bisa dikembalikan kepada pihak yang memberikan konsesi, dalam hal ini Kesultanan atau ahli warisnya, meskipun prosesnya kompleks dan memerlukan pertimbangan hukum serta kompensasi.
H. Wagirin Arman yang pernah Ketua DPRD Sumut menjelasakan, setelah Indonesia merdeka, banyak perusahaan Belanda, termasuk perkebunan di tanah konsesi Kabupaten Deli Serdang maupun Serdang Bedagei., dinasionalisasi. Proses ini berarti kepemilikan perusahaan beralih ke negara, namun tidak secara otomatis mengembalikan hak atas tanah kepada pihak yang memberikan konsesi.
Menurut H. Wagirin Arman yang sudah sembilan priode duduk di DPRD dan kini Penasehat Fraksi Partai Golkar DPRD Sumut, bahwa hak atas tanah konsesi pada dasarnya terkait dengan perjanjian antara Kesultanan dan perusahaan Belanda. Setelah nasionalisasi, negara menjadi penerus hak dan kewajiban dalam perjanjian tersebut. Beberapa pihak, termasuk pihak Kesultanan, mengusulkan agar tanah konsesi dikembalikan atau diberikan kompensasi atas penggunaan lahan tersebut oleh perusahaan Belanda dan negara.
Pengembalian tanah atau kompensasi akan melibatkan pertimbangan hukum terkait perjanjian awal, status tanah setelah nasionalisasi, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu, Pemerintah memiliki peran penting dalam menyelesaikan masalah ini, baik dengan mengembalikan tanah jika memungkinkan, atau memberikan kompensasi, atau mencari solusi lain yang adil bagi semua pihak, kata salah seorang Pemangku adat Jawa itu.
Anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Sumatra Utara Mikail Tantra Perlindungan Purba, SH yang akrab dipanggil Ucok Purba mengingatkan semua pihak agar dapat menghormati hak ulayat masyarakat hukum adat. DPRD Sumut tentu setuju dan akan mendukung upaya Sultan Serdang ke – IX mendapatkan tanah konsesi haknya, diharap pemerintah juga berpendapat hal yang sama.
Menurut Mikail Purba, secara historis Deli Serdang dahulu merupakan daerah pemerintahan Kesultanan Negri Serdang. Dimasa lalu kesultanan melakukan konsesi (menyewakan) areal pertanahan dibeberapa kawasan kepada Perusahaan Belanda. Setelah konsesi berakhir, lanjut Mikail Purba pendiri sekaligus Ketua OKP DPP Pemuda Karya Nasional (PKN), seharusnya negara mengembalikan tanah-tanah tersebut kepada kesultanan, tapi nyatanya menyerahkan kepemilikannya kepada PTPN II dengan status HGU. Lebih jauh Mikail Purba mengungkapkan, HGU PTPN II yang kini dibawah naungan Sub Holding Perkebunan PTPN III, khusus yang berlokasi di Kabupaten Deli Serdang serta Serdang Bedagai merupakan tanah konsesi milik Kesultanan Negeri Serdang.
Perusahaan yang menerima konsesi ketika itu, ungkap Mikail, dikenal sebagai perusahaan Senembah Maatschappij yang dibuat dalam bentuk perjanjian bernama Acte Van Concessie ditandatangani Sultan Serdang ke V Tuanku Sulaiman Syariful Alamsyah.
Ditambahkannya, di kabupaten Deli Serdang, paling tidak ada 65 Akte Konsesi, yang salinan aslinya ada disimpan Sultan Serdang ke IX Tuanku Ahmat Thala’a Syariful Alamsyah. Salinan akte-akte Konsesi Kesultanan wilayah Sumatera Timur ini diambil langsung di Negeri Belanda oleh tokoh-tokoh Cendikiawan Melayu Indonesia Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum dan Prof. Dr. Edy Ikhsan, SH., MA.
Di Tanjung Morawa, paling tidak ada dua Konsesi yang ditandatangani pada tanggal 17 Juni 1873 berlaku sampai dengan tanggal 18 Juni 1948, yang pertama yaitu Acte van Concessie Senembah Maatschappij Perceel Tandjong Morawa untuk bidang tanah seluas ± 4.922,48 hektar yang saat ini sebagiannya dikuasai oleh Perumahan Citraland City. Dan yang satu lagi Acte Van Concessie Senembah Maatschappij Perceel Tandjong Morawa Kiri (Paloh Kemiri en Penara) untuk bidang tanah seluas ± 6.821,32 hektar.
Di Batang Kuis ada tiga Konsesi yang ditandatangani pada tanggal 9 Agustus 1886 berlaku sampai dengan tanggal 10 Agustus 1961 terdiri dari Acte Van Concessie Senembah Maataatschappij Perceel Batang Koweis I en II untuk bidang tanah seluas ± 4.315 hektar, Acte van Consessie Senembah MaatschaTanah Eks HGU PTPN, mestinya Dikembalikan Negara Kepada Pemiliknya, tutur Mikail Purba.
Menanggapi tentang ada wacana unjuk rasa warga MABMI, Mikail Purba sependapat dan mendukung penuh unjuk rasa massal agar mendapat perhatian Pemerintah Pusat maupun Presiden Prabowo Subianto. Untuk mensukseskan gerakan unjuk rasa massal nantinya diharap dipimpin langsun oleh Sultan Serdang ke IX Tuanku Achmad Thala’a dengan melibatkan masyarakat adat lain seperti suku karo, simalungun, jawa, Tapsel, Taput dan lainnya, sehingga hasilnya diharapkan dapat mempercepat penyelesaian yang berkeadilan terhadap tanah ulayat masyarakat hukum adat, kata Mikail TP Purba, SH.
Tokoh Adat Batak Timur M. Yusuf Ketaren mengapresiasi serta mendukung tekad Sultan Achmad Thala’a memperjuangkan kembali tanah konsesi Belanda atau hak ulayat masyarakat hukum adat. Selama ini hak masyarakat adat tidak mendapat perhatian dari pemetintah. Maka perjuangan Sultan Serdang merupakan momentum kebangkitan masyarakat adat untuk mendapat perlakuan sebagaimana yang diakui undang – undang, sehingga pada gilirannya dapat menyelesaikan konflik/sengketa pertanahan yang sudah berlarut-larut,
Yusuf Ketaren mantan anggota DPRD 3 priode dari PDIP menyebut, pemerintah seyogianya memberi pehatian dengan menyerahkan tanah konsesi atau solusi kompensasi kepada Kesultanan atas jasa mereka dalam menghadirkan investor yang membangun wilayah, melalui pemanfaatan lahan konsesi yang kemudian dikelola oleh BUMN, kata Yusuf Ketaren didampingi Tokoh Muda Karo Ir.. Khairul Sembiring.
Khairul Sembiring yang familiar dipanggil Iruul menambahkan, UUPA tahun 1960 tidak serta merta menghilangkan hak pengembalian tanah konsesi/hak ulayat hukum masyarakat adat kepada pemberi konsesi atau pewarisnya. Tentu negara tidak seburuk itu, apalagi pihak pengelola yang diamanahkan negara kini sudah mulai menjuali/mengalihkan tanah – tanah konsesi untuk kepentingan bisnis, hal seperti itu harus dicegah, kata Iruul, Ketua OKK MPC Pemuda Panca Sila Deli Serdang priode 2019 – 2023. Sebagai masyarakat hukum adat, perjuangan Sultan Serdang Achmad Thala’a Syariful Alamsyah wajib untuk didukung, tambahnya.
Tokoh Senior Partuha Maujana Simalungun (PMS) Kabupaten Deli Serdang Jonas Damanik, SH dan St. Drs.Jhon Lukman Damanik, MM setuju atas sikap Anggota DPRD Sumut Mikail TP Purba yang mendukung perjuangan Sultan Serdang Tuanku Drs. Achmad Thala’a untuk memperoleh kembali tanah konsesi yang kini dikuasai BUMN perkebunan. Kami akan berperan aktif bersama bang Ucok Purba membantu Sultan Serdang, ucap Jonas Damanik yang mantan Kepala Dinas Satu Atap Pemkab Deli Serdang.
Sementara Jhon Lukman Damanik mengungkapkan, etnis Simalungun di Kabupaten Deli Serdang dan Sergei, memiliki hubungan historis dan kekerabatan dengan keluarga Kesultanan Serdang. Jadi tidak ada lasan tidak membantu perjuangan keluarga, kata Drs. Jhon Lukman Damanik, MM.
Dukungan atas perjuangan Sultan Achmad Thala’a datang dari tokoh masyarakat Jumiran JM dan aktifis buruh Irawan, SH, dua putra jawa itu merespon panutan mereka Pemangku Adat H. Wagirin Arman yang turut empati serta mendukung perjuangan masyarakat adat. Bila diperlukan kami akan mengajak masyarakat Tamora membantu perjuangan hak ulayat masyarakat adat, katanya singkat.
Aktifis Buruh Irawan, SH, MH mengatakan senada dan menurutnya, konflik di atas lahan tanah milik Kesultanan dengan pihak BUMN terutama yang dikuasai oleh eks PT Perkebunan Nusantara II akan terus berlanjut. Pasalnya baik pihak Kementeian BUMN maupun Pemerintah cq.Kementerian Agraria dan Tata Ruang tak pernah memiliki kepedulian untuk menyelesaikan konflik.
Dikatakan, sebelum masa konsesi berakhir, Indonesia merdeka. Seiring dengan itu, terbit UU No.86 Tahun 1958 Tentang Nasionalisasi yang mengambil alih dan mengkonversi hak itu menjadi Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan (untuk kantor-kantor) dan sebagian Hak Pakai untuk kantor-kantor yang digunakan Pemerintah, tanpa membayar komvensasi kepada pihak Kesultanan.
Padahal, pada UU No. 86 Tahun 1958 mewajibkan kepada negara untuk membayar ganti rugi kepada pihak-pihak yang asetnya melekat pada perusahaan perkebunan Belanda itu, ungkapnya. Ironis memang sikap pemerintah, karena pasca nasionalisasi, pihak Kesultanan tidak lagi pernah mendapat pembayaran uang sewa dari pihak perkebunan atas pemakaian lahan-lahan tersebut, sebagaimana yang pernah diterima pihak Kesultanan dari pihak perusahaan Belanda.
Inilah saatnya masyarakat adat saling bahu membahu bersatu membantu perjuangan Sultan Serdang untuk mendapatkan kembali tanah yang dikonsesikan oleh Kesultanan dimasa Sultan ke V Tuanku Sulaiman Syariful Alamsyah.
Dukungan menuntut hak ulayat juga datang dari Ketua Sokogodang Tabagsel Deli Serdang Kobul Siregar SPd, MM. Menyongsong hari unjuk rasa massal kami akan melakukan konsolidasi kepada semua pengurus serta keluarga besar Soko Godang Tabagsel yang ada di Kabupaten Deli Serdang. “Sultan Achmad Thala’a merupakan tokoh yang kami hormati. Leluhurnya Sultan ke V Tuanku Sulaiman Syariful Alamsyah dimasa hidupnya banyak mewakapkan tanah baik untuk kepentingan sosial maupun kepentingan agama. Banyak asset tanah diwakapkan Sultan Sulaiman untuk pembangunan Mesjid, dan juga mendatangkan guru – guru mengaji dari Tapsel untjk menjadi najir – nazir Mesjid yang diwakapkanya, ujar Kobul Siregar.
Sebelumnya Jumat (11/7) Sultan Serdang ke IX Tuanku Achmad Thala’a hadir pada Sidang Lapangan PN Lubuk Pakam atas Perkara Gugatan kepada Citra Land. Sultan bersama pengacaranya, Ibnu Affan SH tampak mengikuti jalannya sidang Lapangan yang digelar PN Lubuk Pakam.
Pengadilan Negeri Lubuk Pakam melakukan Pemeriksaan Setempat (PS) atas gugatan terhadap objek Citra Land Tanjung Morawa seluas 80 hektar oleh para penggugat yang mendapat respon serius dari Sultan Serdang Ahmad Thala’a.
Pantauan Media di lapangan, sidang dipimpin Hakim Hendrawan Nainggolan dengan menghadirkan para tergugat diantaranya, pihak Citra Land, anak perusahaan PTPN I Regional I yaitu Nusa Dua Propertindo (NDP), dan BPN. Sementara pihak penggugat Sugiono bersama kuasa hukum dan pihak penggugat intervensi.
Pihak penggugat intervensi, Sultan Serdang Achmad Thala’a akrab dipanggil Tengku Ameck bersama kuasa hukumnya Ibnu Affan menegaskan, bahwa lahan yang dibangun perumahan Citra Land ini harus dikembalikan kepada pihaknya. Sebab mereka memiliki dokumen asli lahan ini secara sah.
“Kami para pihak bisa membuktikan objek yang digugat, dalam hal ini pihak Kesultanan atas dasar akte konsesi. Jadi, Sultan dalam menyewakan tanah ke perusahaan Belanda. Dalam hal ini, inilah sekarang yang dijadikan PTPN bekerja sama dengan NDP untuk membangun perumahan,” tegasnya seraya menyebut sebagai pemilik dokumen resmi kami menuntut hak keperdataan. Dari bukti yang diklaim Sultan Serdang, bahwa ketika itu ada nasionalisasi, namun katanya yang dinasionalisasi itu adalah perusahaannya tidak untuk aset tanah.
Oleh karenanya, menurut Tengku Ameck, Pemerintah harusnya menghargai dengan mengembalikan tanah tersebut kepihaknya.Tengku Amek menekankan, ratusan lahan yang diklaimnya jika dibangun perumahan untuk rakyat, dia ikhlas. “Saya sangat kecewa karena pihak PTPN bekerja sama dengan Citra Land membangun perumahan ratusan hektar di lahan miliknya.
Kuasa Hukum Kesultan Serdang, Ibnu Affan menimpali, menurutnya kalau selama ini mereka tidak menggugat karena rakyat yang menggunakan, tapi sekarang pihaknya menuntut, karena diduga ada pihak perusahaan yang akan mengambil keuntungan. Dia mengklaim, 80 hektar yang dituntut penggugat saat ini merupakan bagian dari ribuan hektar tanah Sultan Serdang.
“Perkara 539 adanya gugatan terhadap Citra Land (grup Ciputra) yang digugat area seluas 80 hektar. Kemudian kami pihak Sultan Serdang ikut melakukan gugatan intervensi, karena kami merasa ini adalah merupakan bagian dari tanah konsesi Sultan Serdang, itu namanya konsesi parcel Tangjung Morawa seluas 4.922 hektar. Dan yang 80 hektar itu adalah bagian dari 4.922 hektar. Itulah yang kita pertahankan oleh Sultan Serdang yang kita uji keberadaannya atau legalitasnya ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.” ungkap Ibnu Affan yang juga selaku Ketua MABMI Deli Serdang didampingi Wakil Ketua H.Jama Uddin Hasbullah, dan Sekretaris Syahdan.
Dalam sidang berikutnya, kata Ibnu Afdan, pihaknya akan menghadirkan dua orang saksi ahli dari guru besar USU, Sairin dan Edisan guna membuktikan, karena lokasi sudah benar, objeknya sudah ada, sudah nampak jelas. (01/RN)
.