Tebingtinggi, Rata News.id :
Puluhan ribu pensiunan karyawan pelaksana Ex PTPN III Dan IV saat ini kesulitan membeli beras, sementara Pemerintah Republik Indonesia menggelontorkan dana APBN sebesar Rp. 10,72 Triliun, untuk bantuan subsidi upah (BSU).
Ditengah keprihatinan pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto atas kesejahteraan para pekerja/buruh, guru kemendikdasmen dan guru kemenag, karena daya beli masyarakat rendah, hingga memberi BSU, sementara dengan gagah perkasanya Dirut PTPN IV Palmco Jatmiko Krisna Santosa, mengumumkan penghapusan bantuan uang beras pensiunan karyawan pelaksana Ex PTPN III dan IV, melalui Head Region I dan II, terhitung mulai Mei 2025. Padahal kehidupan sehari-hari pensiunan perkebunan sudah kembang-kempis, dibawah garis kemiskinan.
Walau sudah menuai kecaman dan penolakan serta aksi demo, namun Dirut PTPN IV Palmco Jatmiko Krisna Santosa, tetap menghapus bantuan uang beras bagi 30 ribuan pensiunan karyawan pelaksana Ex PTPN III dan IV, yang cuma seujung kuku yaitu Rp. 6 Milyar lebih perbulan mulai Mei 2025. Akibatnya bisa menimbulkan bahaya kelaparan. Sementara Pemerintah Pusat menggelontorkan dana APBN sebesar Rp. 10,72 Triliun, untuk bantuan subsidi upah (BSU) bagi pekerja dan guru kemendikdasmen serta guru kemenag, mulai Juni-Juli 2025, agar mereka sejahtera. Ini artinya Jatmiko tidak sejalan dengan keprihatinan Presiden RI Prabowo Subianto, malah menambah angka kemiskinan rakyat Indonesia makin meluas.
Pemerintah menyalurkan Bantuan Subsidi Upah bagi pekerja senilai Rp 600 ribu per bulan, pada Juni dan Juli 2025. BSU ini mulai dicairkan 5 Juni 2025.
Adapun, nilai ini naik dari rencana awal sebesar Rp 150 ribu per bulan. Keputusan menaikkan besaran BSU ini diambil setelah pemerintah membatalkan insentif diskon tarif listrik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, keputusan tersebut dipilih karena BSU dapat memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan dengan diskon tarif listrik.
“Kita ingin dampak pengungkitnya lebih baik, lebih kuat,” ungkapnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (5/6/2025).
Bantuan Subsidi Upah besarannya mencapai Rp300.000/ bulan untuk sekitar 17,3 Juta pekerja/buruh dengan gaji di bawah Rp3,5 juta atau sebesar UMP/Kota/Kab. Kemudian sebesar Rp 288 ribu guru Kemendikdasmen dan Rp 277 ribu Guru Kemenag untuk 2 bulan (Juni-Juli 2025).
Menurut Sri Mulyani, anggaran yang dikeluarkan untuk penyaluran BSU mencapai Rp10,72 triliun.
Pemerintah mengharapkan agar kebijakan BSU ini dapat menunjang daya beli masyarakat di tengah melonjaknya kebutuhan ekonomi, terlebih tahun ajaran baru yang sudah di depan mata. Sementara kehidupan pensiunan yang tinggal di pinggiran kawasan perkebunan, makin tak karuan, tak ada lagi uang untuk membeli beras.
*Sumpah Serapah*
Kebijakan menghapus bantuan uang beras pensiunan karyawan pelaksana Ex PTPN III dan IV Medan, yang dilakukan oleh Dirut PTPN IV Palmco Jatmiko Krisna Santosa, menjadi perbincangan hangat para pensiunan setiap harinya, baik dirumah-rumah, warung kopi dan meluas ke medsos melalui percakapan WhatsApp dan Facebook.
Sumpah serapah menuding Dirut Jatmiko dengan nada sinis, marah dan geram, acapkali disuarakan, karena dinilai tidak memiliki rasa kemanusiaan dan empati terhadap nasib pensiunan PTPN yang memang kehidupannya sudah sangat terpuruk. “Gaji pensiun kami sangat rendah dibawah 500 ribu perbulan, sehingga untuk menutupi biaya hidup, terpaksa menggadaikan SK Pensiun ke Bank,” ungkap beberapa pensiunan.
Pensiunan lain menyebutkan, hanya uang beras itulah yang diandalkan untuk beli beras. “Tapi saat ini sudah tak ada lagi, saya jadi bingung sekarang,” ucap Pak Adi pensiunan rumah sakit perkebunan di Kota Tebingtinggi, dengan perasaan sedih bercampur bingung, menatap hari esok.

Para pensiunan di kawasan Kabupaten Simalungun ketika dihubungi Wartawan Rata News.id, Selasa (10/6/2025) mengharapkan, agar Direktur SDM TI PTPN IV Palmco Suhendri menepati janjinya, yang diucapkan saat acara sosialisasi penghapusan bantuan uang beras dengan FKPPN dan P3RI, Senin (26/5/2025) di Kantor Pusat PTPN IV Palmco Regional I Medan, yaitu akan mencari formulasi pengganti bantuan uang beras dan merapel uang beras yang sempat tidak dibayar. “Janjinya ditunggu sampai akhir Juni ini, kalau tidak kami akan lakukan aksi besar-besaran,” ucap Gino.
Sementara para pensiunan karyawan pelaksana di kawasan Kabupaten Serdangbedagei, Deliserdang dan Tebingtinggi, mendukung sikap P3RI Korwil-I yang telah secara tegas menolak di hapusnya uang beras. “Kami harapkan, jika surat tersebut yang ditujukan ke Dirut PTPN III Holding Perkebunan Nusantara Mohammad Abdul Ghani tidak digubris, P3RI mengambil langkah untuk demo besar-besaran, menuntut uang beras tetap dibayarkan. Jadi jangan hanya sekedar membuat surat, tapi tidak ada kelanjutannya,” tegas Supriadi, mewakili pensiunan lainnya.
Sedang, sebagian pensiunan lain secara kompak menyatakan, jika Pimpinan Organisasi Pensiunan yang telah diakui sebagai stekholder perusahaan, tidak secara tegas menolak dan menunjukkan sikapnya berpihak kepada pensiunan, karena ewuh pakewuh atas bantuan yang diterima, maka mereka para pensiunan akan bersatu dan bergerak sendiri. “Sudah banyak pihak yang ber-empati terhadap pensiunan dan siap membantu moril maupun materil untuk demo,” cetus Ardianto, di aminkan puluhan pensiunan lainnya di Tebingtinggi.
Para pensiunan karyawan pelaksana di kawasan Kabupaten Serdangbedagei mengharapkan, agar Ketua Umum Forum Komunikasi Purnakarya Perkebunan Nusantara (FKPPN) Drs. H. N. Serta Ginting mengambil langkah tepat untuk membantu kegelisahan dan keresahan pensiunan, karena kesulitan mencukupi kebutuhan biaya hidup, sebab tak ada lagi uang untuk beli beras. “Kami berharap pada Pak Serta Ginting, dapat kiranya mengambil langkah cepat untuk berkomunikasi dengan Dirut PTPN III Holding Perkebunan Nusantara Mohammad Abdul Ghani dan Dirut PTPN IV Palmco Jatmiko Krisna Santosa, agar uang bantuan beras segera dibayar,” harap Suprapti dan beberapa rekannya, sembari menyebutkan hal ini untuk menumbuhkan kepercayaan para pensiunan pada sosok Drs. H. N. Serta Ginting, yang pernah duduk sebagai anggota DPR RI.
Sementara itu, Ketua Umum Komunitas Peduli Pensiunan Perkebunan Nusantara (KP3N) H. Zulkifli Barus, yang juga pensiunan Ex PTPN III dan Anggota DPRD priode 2004-2009, mengatakan, hari ini nasib pensiunan karyawan pelaksana Ex PTPN III dan IV Medan telah sengsara dan di sia-siakan Dirut PTPN IV Palmco Jatmiko Krisna Santosa. “Sudah saatnya kita bersatu, bergerak demi memperjuangkan nasib perut sejengkal,” ucap Zulkifli Barus, sembari mengatakan, banyak sudah pensiunan berusia lanjut terancam kelaparan, karena memang gaji pensiun mereka kecil, sebab perhitungan gaji pensiunnya berdasarkan PHDP 2002, yaitu sekitar Rp. 200 ribuan perbulan, ditambah uang beras Rp. 125 ribuan.
Ikhwanuddin, seorang penggiat peduli pensiunan perkebunan secara tegas mengatakan, sudah layak Dirut PTPN IV Palmco Jatmiko Krisna Santosa dicopot dari jabatannya, karena telah menyengsarakan kehidupan sekitar 36.000 pensiunan karyawan pelaksana Ex PTPN III dan IV Medan, sebab membuat kebijakan tanpa memberikan solusi.

Menurut Ketua Umum KP3N H. Zulkifli Barus, di zaman Pak Harto, PTPN menerapkan sistem padat karya dengan konsep Tri Dharma Perkebunan. PTPN tidak mendapat bantuan APBN, namun tetap menyumbang Deviden ke negara, tetapi perusaahan non profit. (Profit adalah keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan bisnis atau investasi, yaitu sisa pendapatan setelah dikurangi semua biaya operasional dan biaya lainnya.)
Dengan demikian, jika ingin berkembang, pada saat itu, manajemen PTPN harus bisa menciptakan inovasi dan kreasi untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. “Itulah yang diciptakan Dirut PTPN III Akmaluddin Hasibuan diawal Tahun 2003, dengan konsep Paradigma Baru serta Visi Misi yang jelas, hingga PTPN III bisa maju sampai dengan hari ini dan bisa memberikan kesejahteraan kepada pekerja dan Pensiunan,” jelasnya, seraya mengatakan, saat ini Ex PTPN III cukup sehat dan berlaba tinggi, tapi kenapa kesejahteraan pensiunan diutak-atik.
Dikatakan Zulkifli Barus, sengaja PTPN diciptakan pada zaman ORBA, hanya sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sehingga jika seorang Penderes karet dan pemanen sawit pensiun, anaknya diupayakan sebagai penggantinya, sehingga budaya dan tata cara kerja sudah mereka kuasai. Jadi, sistem kerja sudah terkondisikan dengan baik, hanya tinggal memoles jika ada perkembangan terbaru. “Nah, sekarang, penerimaan tenaga Penderes dan pemanen bukan lagi peluang untuk anak-anak karyawan, apalagi jumlah formasi yang tersedia sangat sedikit, sehingga di kawasan perkebunan banyak pengangguran,” papar Zulkifli Barus dengan nada pias. (02.RN/sty).