Galang, Rata News.id :
Pihak Manajemen PTPN IV Palmco Regional I Kebun Sei. Putih melakukan sosialisasi dan klarifikasi atas klaim warga Desa Baru Titi Besi, Kecamatan Galang, Kabupaten Deliserdang, yang tetap ngotot akan mendirikan Koperasi Merah Putih dan Kantor Desa, diatas lahan Hak Guba Usaha (HGU).
Klarifikasi ini dilakukan Manajemen PTPN IV Regional 1 Kebun Sei. Putih, karena adanya klaim seorang warga Iqro Sinaga, atas penguasaan Areal HGU dan Rencana Pendirian Koperasi Merah Putih serta Kantor Desa, oleh masyarakat Desa Baru Titi Besi.

Manajemen Kebun Sei. Putih menegaskan, bahwa lokasi dimaksud merupakan areal HGU aktif yang saat ini sedang dalam proses replanting dan termasuk dalam program strategis negara di sektor perkebunan.
Terkait adanya tudingan warga Desa Baru Titi Besi, bahwa areal tersebut merupakan daerah aliran sungai (DAS) milik BWS Sumatera II, sehingga dapat digarap masyarakat, Manajemen Kebun Sei Putih melalui Asisten Kepala (Askep) Efri Handoko, SP, menegaskan, bahwa di areal dimaksud tidak ada patok resmi dari BWS Sumatera II.
Askep Efri Handoko didampingi Asisten Personalia Kebun Lulu Azura Pulungan, Asisten Afdeling III Dody Nofariansyah, Mandor I Afd. III Edi Subakti dan Krani Afd. III Ade Eka Pramana, saat memberikan penjelasan pada warga saat sosialisasi mengatakan, bahwa areal sempadan sungai tersebut, berada dalam HGU aktif kebun dan pengelolaanya di lakukan oleh Kebun Sei Putih.

Karena masih didalam areal HGU, lahan tersebut tidak dibenarkan dikuasai, dikerjakan atau digarap pihak-pihak lain. “Apalagi menguasai maupun mengusahai areal tersebut,” jelas Efri Handoko.
Menurut Askep Efri Handoko, sesuai Peraturan Menteri PUPR Nomor 28/PRT/M/2015, sempadan sungai tetap berada dalam penguasaan pemegang hak guna usaha dan hanya dibatasi pemanfaatannya, termasuk larangan penanaman keras di dalamnya.
Manajemen Kebun Sei Putih juga memberikan penjelasan, terkait klaim pendirian Koperasi Merah Putih dan Kantor Desa Titi Besi di areal HGU Kebun Sei Putih. Lokasi tersebut merupakan lahan HGU yang sedang dalam masa replanting dan tidak dapat dialihkan atau dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa izin resmi.
Lebih lanjut di jelaskan Efri Handoko, klaim warga yang menyebutkan, bahwa pendirian Koperasi Merah Putih (KMP) harus menggunakan “tanah negara”, juga perlu diluruskan, karena tanah HGU pada dasarnya, adalah tanah negara diberikan kepada badan hukum, sehingga tidak dapat digunakan secara bebas oleh pihak lain tanpa persetujuan pemegang hak.

Terkait hal tersebut juga dijelaskan Efri Handoko, dalam Surat Edaran Menteri Koperasi Nomor 4 Tahun 2025 tentang pendataan Aset Tanah dan/atau Bangunan untuk Percepatan Pembangunan Fisik Gerai, Pergudangan, dan Kelengkapan Koperasi Desa/ Kelurahan Merah Putih, dalam point 5 disebutkan bahwa, “Pendataan aset tanah dan atau bangunan milik pemerintah desa, kabupaten, kota dan provinsi, yang akan digunakan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.”
Artinya, kebun tidak memiliki kewajiban menyediakan lahan untuk pendirian Koperasi Merah Putih dan Kantor Desa. “Dengan demikian, rencana pendirian Koperasi Merah Putih dan Kantor Desa di areal HGU tanpa izin perusahaan, tidak memiliki dasar hukum,” tegas Efri Handoko.

Sedang terkait dengan klaim anggota masyarakat, Iqro Sinaga, yang menyatakan bahwa 20% lahan HGU diberikan kepada masyarakat, dijelaskan Efri Handoko, bahwa hal tersebut keliru karena bukan berarti 20% dari HGU dapat secara langsung diambil dan dijadikan milik masyarakat tanpa proses.
Masyarakat harus faham, kata Efri Handoko, alih kepemilikan HGU kebun melalui kemitraan dan mekanisme hukum. “Prosesnya ditingkat kementerian,” jelas Efri.
Beberapa masyarakat yang faham tentang kondisi HGU Perkebunan menyebutkan, bahwa tidak mudah mengklaim soal penguasaan lahan PTPN. “Harus ada izin dari kementerian dan urusannya panjang,” ucap mereka. (Laporan Ade Eka Pramana, Wartawan Rata News.id).













