Jakarta, Rata News.id :
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan proses penyelidikan dugaan korupsi proyek pengadaan Google Cloud di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) masih terus berjalan. Fokus penyelidikan salah satunya untuk menelusuri keterlibatan eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim (NAM).
“Terkait dengan perkara Google Cloud, masih berproses dalam tahap penyelidikan, ya nanti kami akan update kembali tentu,” kata Jubir KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya di Jakarta kepada Media, Rabu (20/8/2025).
Menurut Budi, tim penyelidik sedang menganalisis bukti yang telah dikumpulkan, termasuk keterangan dari Nadiem Makarim dan mantan staf khususnya, Fiona Handayani (FH).
“Penyelidik masih mendalami, menganalisis setiap informasi dan keterangan yang diperoleh. Permintaan keterangan kepada para pihak juga, sudah dilakukan,” ujarnya.
Nadiem diketahui telah dimintai keterangan pada Kamis (7/8/2025) dan Fiona pada Rabu (30/7/2025).
“Kita ketahui dalam perkara ini, beberapa pihak sudah dimintai keterangan,” kata Budi.
KPK mendalami dugaan korupsi dalam skema sewa dan markup harga kontrak pengadaan Google Cloud, yang disebut mencapai Rp. 400 miliar per-tahun dan telah berjalan selama tiga tahun. Selain kerugian negara, penyelidik juga menelusuri potensi kebocoran data digital dalam penggunaan layanan Google Cloud, yang juga dipakai sejumlah kementerian dan lembaga.
KPK turut mencermati program bantuan kuota internet dalam digitalisasi pendidikan, meski belum ada detail lebih lanjut, karena penyelidikan masih berlangsung.
Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah lebih dulu menaikkan status, perkara pengadaan Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek 2019–2022, ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Hingga 15 Juli 2025, Jampidsus menetapkan empat tersangka :
1. Jurist Tan – mantan Staf Khusus Mendikbudristek
2. Ibrahim Arief – mantan konsultan teknologi di Warung Teknologi
3. Sri Wahyuningsih – mantan Direktur Sekolah Dasar dan KPA Direktorat SD TA 2020–2021
4. Mulyatsyah – mantan Direktur SMP dan KPA Direktorat SMP TA 2020–2021

Dalam konstruksi perkara disebutkan, keterlibatan Nadiem bermula sejak Agustus 2019 ketika ia, Jurist Tan, dan Fiona Handayani membentuk grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” untuk menyusun konsep digitalisasi berbasis ChromeOS. Setelah resmi dilantik pada Oktober 2019, Nadiem memerintahkan Jurist menindaklanjuti program tersebut.
Jurist Tan disebut berperan sentral dalam pengadaan Chromebook. Atas arahan Nadiem, ia meminta Google memberikan kontribusi investasi sebesar 30 persen, sebagai syarat pengadaan TIK 2020–2022 menggunakan perangkat berbasis ChromeOS.
Jurist kemudian menunjuk Ibrahim Arief sebagai konsultan teknologi dan mengarahkan agar fokus pengadaan, hanya pada produk Google. Kajian awal yang tidak mencantumkan ChromeOS ditolak dan diganti sebagai dasar pengadaan resmi.
Pada April 2020, Nadiem, Jurist, dan Ibrahim bertemu langsung dengan Google, untuk membahas implementasi Chromebook dan Google Workspace. Puncaknya, 6 Mei 2020, Nadiem memimpin rapat daring via Zoom, dihadiri Jurist Tan, Sri Wahyuningsih, Mulyatsyah, dan Ibrahim. Dalam rapat itu, ia memerintahkan agar pengadaan TIK 2020–2022, menggunakan ChromeOS, meski proses lelang belum dimulai.

Dalam pelaksanaannya, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah, disebut mengarahkan pengadaan ke vendor tertentu, termasuk PT. Bhinneka Mentari Dimensi. Vendor itu bahkan diminta memesan laptop secara mendadak, pada malam 30 Juni 2020 di Hotel Arosa, Bintaro. Spesifikasi dirancang khusus hanya untuk ChromeOS, dengan satu paket berisi 15 laptop dan satu konektor seharga Rp. 88,25 juta.
Perhitungan Kejagung menyebut, kerugian negara dalam proyek ini mencapai Rp. 1,98 triliun, terdiri dari markup harga laptop Rp. 1,5 triliun dan perangkat lunak Chrome Device Management (CDM) senilai Rp. 480 miliar. Dari total Rp. 9,3 triliun, anggaran 1,2 juta unit Chromebook yang dibeli, dinilai tidak optimal dipakai, terutama di daerah 3T, karena keterbatasan sistem operasi. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(Inilah.com/01.RN/zb).