Medan, Rata News.id :
Lagi-lagi, uang hasil korupsi penjualan lahan HGU Ex PTPN II Tanjungmorawa ke Ciputra Land, disita Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, nilainya cukup besar.
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali menyita uang sebanyak Rp. 113 milliar, merupakan uang hasil korupsi penjualan aset HGU Ex PTPN II (sekarang PTPN I Supportingco Regional I) Tanjungmorawa kepada PT Ciputra Land. Uang tersebut akan diserahkan ke kas negara pada, Senin (24/11/2025).
“Penyidik Kejati Sumatera Utara kembali menerima pengembalian kerugian Keuangan Negara dari PT. Nusa Dua Propertindo sebesar Rp. 113.435.080.000,00,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Dr. Harli Siregar.
Sebelumnya, Kejatisu juga telah menyita uang sebesar Rp. 150 milliar, juga uang korupsi dalam kasus yang sama.
Berdasarkan perhitungan, terdapat kerugian negara dalam perkara penjualan aset HGU PTPN I Supportingco Regional I Tanjungmorawa, oleh PT. Nusa Dua Propertindo melalui Kerja Sama Operasional (KSO) dengan PT. Ciputra Land, sebesar Rp.263.435.080.000,00.
“Dimana kerugian keuangan negara tersebut, disebabkan kewajiban untuk menyerahkan 20 persen bidang lahan HGU, yang berubah menjadi HGB dan merupakan kewajiban PT. NDP, namun tidak diserahkan kewajibannya,” jelas Harli.
Dalam kasus ini, Kejatisu telah menetapkan beberapa tersangka seperti, Irwan Perangin Angin selaku Direktur Ex PTPN II serta Iwan Subakti, selaku Direktur PT. NDP.
Kemudian Askani selaku Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatera Utara serta tersangka Abdul Rahim Lubis selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang.

“Dengan adanya pengembalian ini, maka kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi ini, seluruhnya telah dikembalikan, oleh pelaku pidana kepada negara, melalui penyidik pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara,” ujar Harli.
Dalam perkara ini, lanjut Harli, jaksa sangat mempertimbangkan penegakan hukum yang berkeadilan dapat dicapai, dimana hak-hak para konsumen yang beritikad baik.
Harli juga meminta, masyarakat sudah terlanjur membeli aset yang tengah berperkara, agar tetap tenang.
“Harus dijamin dan jalannya operasionalisasi korporasi, dapat terjaga di satu sisi dan di sisi lain penegakan hukum represif dan pemulihan hak-hak negara harus dilakukan,” kata Harli.
“Dengan upaya pengembalian kerugian negara ini, penyidik mengharapkan agar para konsumen yang telah beritikad baik, tetap tenang dan masyarakat pada umumnya tidak terprovokasi sekiranya ada upaya illegal dalam penguasaan aset sedang berperkara tersebut,” tegasnya. (trb/02.RN/sty).









